Gallery

@L4Y

gambar alay

Issh..issh.. sebenarnya kalau boleh jujur, saya geli menuliskan judul postingan ini. Kenapa? Karena saya bukanlah seorang anak layangan (alay, red), tapi anak dari dua orang insan yang sangat mulia hatinya. Yang sangat sabar membesarkan saya yang bandel dan rewel ini, memenuhi keinginan saya yang sering kali banyak tingkah, tapi selalu saja mendo’akan yang terbaik untuk anak-anaknya. Semoga Allah melindungi mereka di sana, selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan di hari tua mereka, dan semoga Allah senantiasa menjaga keistiqomahan mereka untuk beribadah kepadaNya. Aamiin..

Baiklah, kita lanjut ke cerita awal

Alay. Awal mendengar kata ini saya bingung, makhluk jenis apakah ia? Dikit-dikit pada bilang alay. Setelah tau kepanjangannya, saya kira dia merupakan anak yang sering di tarik ulur sama teman-temannya. Atau mungkin saja perasaan yang sering ditarik ulur. Haaaiiah.. ternyata saya salah. Dari pemahaman saya, alay merupakan suatu bentuk kebiasaan yang mengikuti kemana angin bertiup. Meniru si teman nulis huruf “a” yang diganti dengan angka “4” atau dengan symbol “@”. Terus huruf kapital acak-acakan di awal, tengah, atau akhir kata atau kalimat. Merubah kata “iya” menjadi “ea”, kata “sih” menjadi “sich”, kata “nih” menjadi “neh”, kata “sekarang” menjadi “ckrang”, kata “kak” menjadi “kag” atau “kaq”. Belum lagi kalau tulisannya gini, “k4L@w l3h taU, G1gi n3nEx yAnG H1nGg@p d1 jEnD3La, cKRanG tiNgG@L bErAp@ eaaa?”. (artinya: kalau boleh tau, gigi nenek yang hinggap di jendela, sekarang tinggal berapa ya?)

Gubraak..!! Untuk nulis kalimat alay di atas saja saya membutuhkan waktu satu menit, mungkin lebih. Ga kebayang, gimana jeniusnya para alayers ini? Salut deh buat ketidak-ada-an kerja mereka.

Sering risih dengan gaya tulisan seperti ini, bukannya harus nulis sesuai dengan EYD –tekor juga pulsa kalau SMS harus pakai EYD—. Tapi, paling tidak gunakanlah bahasa manusia, yang semua kalangan dan golongan mengerti dengan apa yang kita maksud. Ga kebayang kalau nulis skripsi dengan tulisan alay. Penguji puyeng, geleng-geleng. Pembimbing joget, kejang-kejang. Mahasiswa mogok makan –efek akhir bulan— nyari translate bahasa alay di google.

Tak hanya itu, saya sangat amat geli kalau yang membuat tulisan alay adalah seorang manusia berjenis kelamin laki-laki. Entah apa jadinya jika kita kelak dipimpin oleh makhluk-makhluk alay ini. Yang benar saja, martabak eh martabat kepemimpinan yang dimiliki oleh kaum adam jatuh hanya karena gaya bahasa alay yang ia gunakan. Wahai para kaum adam, dimana lagi letak kegagahan dan sikap mengayomi kalian? Aduuh cin, capcus gih..

Saya punya usul, gimana kalau tulisan-tulisan alay ini cukup kita gunakan untuk password di komputer, akun di socmed, akun di blog, akun internet kampus, atau sesuatu yang membutuhkan keamanan data yang kita punya. Daripada buat password yang gampang ditebak, misal tanggal-bulan-tahun lahir, nama kucing kesayangan (anggora misalnya 😛 ), nama mankes (makanan kesukaan), minkes (minuman kesukaan) –berasa ngisi diary zaman baheulak— 😀 Bukankah salah satu ciri password yang baik itu terdiri dari kombinasi huruf dan angka, termasuk simbol. Mari mamfaatkan kealayan untuk sesuatu yang tepat guna

Saya yakin, suatu masa nanti, virus alay ini akan digantikan dengan virus-virus lain yang mungkin lebih berbahaya. Semoga saja dugaan saya salah. Kita do’akan saja semoga yang merasa sudah dewasa, tidak lagi menggunakan bahasa-bahasa alay untuk berkomunikasi. Agar virus ini tidak makin melebar, STOP ALAY MULAI DARI DIRI SENDIRI..!! *iklan.. 😀

Leave a comment