Jejak-Jejak Semarang #1

Seorang teman memberikan komentar di salah satu grup, “Aini ini, belum kuliah udah tau tempat-tempat wisata di sana”. Hihi..ya iya lah, selebelum ke sana kan udah nanya dulu ke Mbak Wiki dan Om Gugel. Percakapan ini dimulai saat teman yang lainnya memberikan ucapan tahniah untuk cerita saya sebelumnya dan mulailah yang lain memberikan ucapan dan komentar-komentarnya. Menurut saya, mencari tahu tentang tempat yang akan kita datangi adalah hal yang sangat penting, bahkan hukumnya wajib. Karena, kita tidak akan jadi kerbau yang hidungnya dilobangi, ikut saja kian kemari. Setidaknya sudah ada sedikit pengetahuan tentangnya.

Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, saya ke kota ini hanya sendiri. Biasanya masalah tiket, pembayaran, dan milih pesawat dibantuin sama teman (yang biasanya juga ikut dalam penerbangan). Tapi, kali ini benar-benar sendiri. Pemesanan tiket biasanya melalui teman yang menjadi agen tiket, tapi kali ini ingin mencoba memesan dengan menggunakan Traveloka (ga apa-apa nyebutin merek, itung-itung testi dari pelanggan). Pemesanannya mudah, cepat, dan yang paling penting terpercaya. Saat ini, belum ada pesawat langsung dari Pekanbaru ke Semarang. Jadi, harus transit ke Jakarta atau Batam. Kalau tidak salah 1.5 jam untuk Pekanbaru-Jakarta dan 50 menit untuk Jakarta-Semarang.

Dari 4 kali ganti pesawat (pulang-pergi), saya selalu mendapat urutan kursi bagian A atau F. Ini berarti keduanya bagian kursi di sebelah jendela. Saya jadi bisa melihat hamparan awan putih seperti kapas. Rasanya ingin menjadi Goku di cerita Dragon Balls yang punya awan King Ton. Berlarian di awan, tidur-tiduran, main petak umpet (helloww..ingat umur neng 😀 ) dan ternyata itu hanya mimpi. Mau naik kendaraan darat maupun udara, saya selalu memperhatikan awan. Selalu ada daya tarik tersendiri untuk melihatnya. Kadang, seperti melihat taman yang dipenuhi anak-anak yang bermain dengan girangnya, melihat seseorang sedang melakukan suatu aktifitas. Ada yang berwajah murung atau gembira. Melihatnya sama seperti membaca sebuah dongeng pengantar tidur. Ah, dia mulai gila..

Ceritanya dari Bandara Soeta ya. Selama beberapa kali transit yang pernah dilakukan (bahkan bermalam di sana 😀 ), saya baru tau ada musholla yang lebih nyaman dibandingkan dengan musholla di ruang tunggu yang hanya berukuran 2×2.5 meter. Letaknya di sebelah kanan dari pemeriksaan terakhir sebelum masuk ke Gate 4 (kalau tidak salah). Kenapa nyaman? Karena (1) Letak kamar kecil dan tempat wudhu’ antara laki-laki dan perempuan di batasi dinding hingga menyentuh plafon dan tempatnya tertutup. Jadi aman buat joget (?). (2) Ada 2 cermin besar: satu di sebelah kamar kecil dan dilengkapi dengan handsoap, jadi keluar kamar kecil bisa bersih-bersih sebelum wudhu’. Satu lagi di sebelah tempat wudhu’. Ya, tempat rapi-rapi sebelum sholat lah. (3) Ruangan dilengkapi AC, luas, dan bersekat antara laki-laki dan perempuan. Perkiraan saya ukuran ruangannya 7.5×3.5 meter. Ada rak untuk meletakkan barang atau mukena. (4) Bersih dan pelayanan dari mbak yang ada di sana ramah. Minusnya, AC nya kurang terasa. Tapi di sini lebih baik daripada di luar.

Saya berangkat ke Semarang hari Jum’at jam 8.30 dan sampai di wisma jam 16.30 (kelamaan di jalan) dan di sambut sama Ara yang mau balik ke Jakarta. Makan malam di Oppa Pizza, ambil Steak Paket A. Katanya tempat makan ini baru buka beberapa bulan yang lalu, tapi karena konsep dan desain tempat yang menarik dengan harga terjangkau, tempat ini menjadi tempat tongkrongan baru. Isi paket yang saya pilih ada steak ayam, nasi putih, dan es teh dengan harga hanya 13.500 perak. Es di sini bening kok, ga putih, mudah-mudahan aman.

Steak Paket A

Steak Paket A

Hari ke-2
Sebelum cek lokasi ujian, kita makan Soto Surabaya. “Tempatnya agak ga meyakinkan mbak, tapi rasanya enak”, kata Eva. Benar saja, tempatnnya berada di belakang sebuah tempat makan. Sebelum masuk ada tulisan di dinding pagar beton dengan “tanda panah soto masuk dalam”. Ternyata sudah banyak orang yang melahap makanan berkuah itu. Kami mencari posisi, kemudian menyantap soto dengan isian nasi, irisan kol, mie, bawang goreng, dan (mungkin) kerupuk yang sudah dihancurkan. Lokasi dan kondisi sekitar memang sederhana, namun benar kata Eva, sotonya enak meski enak karena mecin dan manis. Si Dida pernah bilang julukan untuk sotonya JTE (Jor*k Tapi Enak) 😀 Oya, harganya cuma 5rebo.
Malamnya beli pecel lele di warung “Lesehan Jepang” (saya lupa tepatnya apa, yang jelas ada unsur jepangnya) tak jauh dari wisma. Karena di wisma ada nasi, kita cuma beli lauk seharga 6.500,-. Rasanya lumayan.

Hari ke-3, tes.
Sebelum ke kampus untuk tes, pagi ini diantarin Eva (lagi) untuk sarapan di Pecel Bu Har (padahal lagi kurang enak badan, tapi si Eva nya tetap mau ngantar, hiks..) Pecelnya hampir sama dengan yang ada di Pekanbaru. Namun, isiannya agak berbeda. Ada nasi (sesuai pesanan, mau pakai nasi atau lontong), potongan kacang panjang, sayur (kol, daun singkong/kangkung), potongan tahu, dan seabreg pilihan gorengan sesuai selera. Ada tempe mendoan, tahu isi, bakwan biasa, bakwan udang, bayam tepung, telor ayam rebus, telor dadar, telor puyuh, isian usus, dan beberapa gorengan yang tak terdeteksi oleh saya apa namanya. Saya hanya memilih gorengan bakwan udang. Yang uniknya dari penyajian pecal ini adalah wadahnya adalah koran yang dialas dengan daun pisang dan dijepitkan dengan lidi dan semua kegiatan potong-memotong dilakukan dengan gunting. Yang ngantri? Hah..buanyakkk.. Rasanya lumayan (masih dengan nuansa manis 😀 ) dan dengan harga 6 atau 7ribu.

Pecel Bu Har

Pecel Bu Har

Dikarenakan tes, siangnya dikasi nasi kotak dengan lauk pecel ayam yang tetap manis 😀 Malamnya diajak makan sama Naila dan Dida ke Pecel Kuah, masih di sekitaran wisma. Pecel dikuahin? Kalau menurut saya ini mah namanya asam pedas atau gulai (saya ga ingat rasanya pakai santan atau tidak, langsung lahap karena kelaparan), karena rasanya lebih mirip gulai daripada pecel kebanyakan. Namun rasanya agak sedikir asam, karena saya tambahkan jeruk nipis yang mereka kasi di nasi saya. Haha.. Yap, dengan nama yang unik dan rasa yang lumayan (tidak terlalu manis, bahkan bisa dibilang terasa pedasnya), membuat tikar digelar oleh pemilik warung. Karena dua ruangan ruko (ukuran satu ruko berisi 2 meja isian 12 orang dan 2 meja tempel untuk ukuran 12 orang juga) sudah tak muat menampung pelanggan. Harga untuk gurami pecel kuahnya hanya 8ribu.

Pecel Kuah

Pecel Kuah

Sebelum sholat Isya, oom yang tinggal di sana datang bersama istri dan anak bontotnya, dengan membawa bontot juga (martabak telor dan martabak bandung) 😀 Selesai sholat diajak jalan-jalan melihat Semarang. Malam itu bisa melihat ramainya Simpang Lima dan dibawa ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) yang punya payung buka tutup seperti di Mekkah. Katanya payung itu hanya dibuka setiap hari jum’at dan lebaran. Naik ke menara lantai 9 melihat pemandangan Semarang malam hari, tapi sayang teropongnya lagi rusak. Dan pulangnya penghuni wisma menyantap beberapa jenis makanan yang tersedia. Kebetulan El juga baru pulang dari Solo, jadi dia bawa Intip, makanan khas Solo. Hampir sama seperti Kipang dari Sumatra barat. Namun, bagian tengahnya agak cekung dengan toping berbahan gula merah yang disiram acak.

Martabak, Intip, Nasi Goreng Padang :D

Martabak, Intip, Nasi Goreng Padang 😀

to be contonue..

Asalkan Ia Tetap Bersamaku

Dua minggu menjelang penutupan pendaftaran, saya mendapatkan informasi tentang kampus ini. Salah satu kampus tua di Indonesia yang memiliki gedung kembar di Kampus Tembalang-nya, tepatnya di daerah yang memiliki makanan khas Wingko Babat, Semarang. Tak terlihat di awal tentang kampus ini saat memilih tempat sekolah. Namun, setelah meng-klik link yang diberikan seorang teman melalui salah satu grup, haluanpun berubah. Istilah beken kampus ini adalah Undip atau Universitas Diponegoro.

Kampus ini memiliki 11 fakultas (kalau tidak salah) dan salah satunya Fakultas Pascasarjana tempat Jurusan Sistem Informasi yang akan saya tuju. Sama seperti UIN Suska yang memiliki dua daerah kampus (Sukajadi-Panam), Undip pun sama, yaitu Kampus Pleburan (kampus lama, tempat Gedung Pacsa berdiri, disebut juga daerah Semarang bawah) dan Kampus Tembalang (Kampus Baru, kegiatan belajar dipusatkan di sini, biasa disebut dengan daerah Semarang bawah). Istilah Semarang atas dan bawah terjadi karena permukaan di daerah Pleburan lebih rendah dibandingkan dengan daerah Tembalang, bahkan dulu katanya daerah bawah itu merupakan lautan, namun semuanya berubah menjadi daratan setelah negara api menyerang 😀

Setelah gagal di dua periode pendaftaran sebelumnya, di kampus yang dulunya saya ngotot cuma mau ke sana, akhirnya saya memutuskan untuk memilih dua kampus di periode ini. Setidaknya harus bisa mengambil pelajaran dari kesalahan sebelumnya yang tidak punya “backup-an” kampus. Maksudnya tidak hanya mencoba ke satu kampus saja. Karena, kalau gagal silahkan coba lagi di periode atau tahun berikutnya.

Bermodalkan niat, keyakinan, dan usaha saya beranikan diri untuk melangkahkan kaki sendirian ke Semarang, tempat yang saya buta sama sekali dengan daerahnya. Tak ada teman yang mau diajak ke sana untuk berjuang bersama, tak ada tempat tinggal yang pasti. Sebenarnya ada saudara yang sudah hampir 29 tahun tinggal di sana, tapi apalah rasanya kita tak pernah bersua, halah.. 😀 Selang seminggu sebelum keberangkatan, Allah membukakan jalan untuk tempat singgah saya. Allah kirimkan temannya teman-teman-teman kepada saya. Teman saya, sebut saja Kak Susi punya teman yang namanya Mbak Rima, punya teman namnya Mbak Ndaru, dan beliau punya teman namanya Elyda, seorang mahasiswa S1 Teknik Sipil asal Jogja yang makannya pelaaaan sangat, makan pagi bisa sekalian untuk makan siang, peace El 😀

Nah, di wisma tempat El tinggallah saya singgah. Kalau di sini (Semarang, red) tempat tinggal untuk mahasiswa itu dibagi menjadi tiga kategori: kos, kontrakan, dan wisma. Awalnya saya pikir wisma ini semacam penginapan, ternyata wisma ini adalah rumah bulatan yang dikontrakkan namun pemiliknya punya beberapa rumah yang dikontrakkan tadi. Istilahnya si pemilik rumah punya beberapa rumah dan pemilik rumah bisa terdiri dari beberapa orang. Dan biasanya wisma ini diisi oleh mahasiswa dengan fakultas yang sejenis, misalnya seperti wisma ini khusus untuk anak teknik (benerin kalo ane salah gan) 😀 Wisma ini bernama Azzahra, diapit oleh warung dan tempat cucian motor. Cukup sulit mencarinya, karena tulisan Azzahra di kain flannel-nya tak lebih lebar dari kertas A4 di pintunya 😀 Di wisma ini saya menemukan keluarga baru, saudara karena satu ikatan, Islam. Meski baru pertama kali bertemu, rasanya sudah kenal lama dengan mereka ini. Ah, begitu indahnya Ia mempertemuakan kami. Sholat berjama’ah, al-ma’tsurat bareng, kajian subuh, ah..

Satu hari sebelum tes dimulai, saya diantar untuk melihat lokasi tes oleh seorang adik manis anak sipil (sebut saja namanya Eva). Yang pertama kali terlihat saat melewati gerbang Undip ya tween tower-nya Undip. Kalau tidak salah gedung sebelah kiri itu Pusat Bahasa dkk dan sebelah kanannya Laboratorium terpadu (benerin ane lagi gan kalo ane salah 😀 ). Setelah berkeliling melihat lokasi, saya dan Eva ngaso di pintu masuk Gedung C Fakultas Ekonomi Bisnis tempat ujian TPA dan Bahasa Inggris besok pagi. Gedungnya terkunci, dan kita cerita ini itu, hingga terlihat beberapa orang yang sepertinya juga berniat sama dengan saya. Dan ketika saling menyapa dan bertanya asal, ada kegembiraan yang aneh ketika bertemu orang sumatera di pulau ini. Padahal yang satu dari Medan, satu dari Sumatera Barat, yang satu lagi dari Lampung, dan saya dari Riau. Masih ada yang ga tau Riau itu dimana? 😛

Dan, hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, tes. Jam 7.30 s.d 9.30 kita diberikan soal TPA. Soalnya agak berbeda jumlah dan susunan daripada TPA dari Bappenas. Jika Bappenas soalnya dibagi menjadi tiga: kemampuan verbal, kemampuan, numerik, dan kemampuan spasial dengan jumlah soal 250 (kalau tidak salah) dan waktu 120 menit. TPA Undip berjumlah 100 soal dengan waktu 120 menit, namun lebih banyak soal hitungan dan tidak ada soal spasialnya *crying*. Alhamdulillah saya menebak 21 soal dengan urutan yang sama, yaitu B. Haha.. sudah buntu saya pemirsa. Hanya yakin dengan 79 jawaban. Ada 2 soal yang kemungkinan salah ketik (1) mencari nilai pertengan dari 4 pilihan A, B, C, dan D. Kalau jumlah opsinya ada 5, pasti ada jawabannya. Kalau 4? Saya pilih angka kedua terkecil saja. (2) Soal cerita, di skip aja, nanti kalau diceritakan soalnya dibilang membocorkan soal pula (padahal ga ingat soal 😀 )

Setelah diberi snack, istirahat 30 menit, dan antri di toilet, tes berikutnya adalah Bahasa Inggris. Soalnya juga berbeda dari beberapa tes yang pernah saya ikuti, tidak sama dengan Toefl ITP. Dengan jumlah 75 soal, waktunya hanya 75 menit dan tidak ada listening *crying again*. Kenapa dimodel soal yang saya senangi, di sini malah tidak ada soalnya? 45 soal untuk reading yang teks nya puanjaaang tenan. 10 s.d 15 soal melengkapi kata kosong di beberapa paragraph. Dan selebihnya structure. Teng, waktu habis.. dapat nasi 😀

Setelah sholat dan makan ayam penyet (manis), saatnya di-kepo-in sama professor-profesor yang bertugas hari itu untuk wawancara. Tik..tok..tik..tok.. Pewawancara berjumlah 4 orang. Yang diwawancara ada 28 orang. Satu orang pewawancara untuk satu orang pendaftar. Tapi kenapa lama sekali? Di awal, satu orang bisa sampai 20 menitan. Di akhir, 5 menitpun rasanya tak sampai. Dan saya terpilih untuk berada di 5 menit itu. Hihi..langkah suok 😀

Seminggu setelah tes, hasilnya akan diumumkan (katanya tanggal 7 April). Namun, mungkin karena terjadinya pergantian rektor, diundur menjadi 17 April. Tik..tok..nunggu lagi. Selagi menunggu, kemarin (10/04) iseng-iseng lihat beasiswa di internet. Dan saya pernah lihat ada beasiswa sandwich dan beasiswa BPPND dari DIKTI di web nya Undip. Tapi sepertinya saya tak bisa mendaftar untuk kedua beasiswa tersebut, ini terkait dengan syarat. Tapi… saya bisa melihat bahwa pengumuman calon mahasiswa untuk gelombang 1 sudah di-upload. Segera di download and open file.. teeng.. loading yang hanya beberapa detik terasa lambat. Dag..dig..dug..dorrr.. buka halaman 1, dengan no SK rektor bla bla, langsung nyari Magister Sistem Informasi. Deg, cuma ada 8 orang pemirsa, kemudian dilanjutkan dengan jurusan lainnya, tidak ada lagi tulisan Magister Sistem Informasi dan di sana tidak ada nama saya. Hati saya langsung menjerit, “Allah, inikah jawabannya? Tak adakah kesempatan saya untuk kuliah di sini?”. Dengan dada yang masih sesak, saya scroll lagi ke bawah untuk melihat nama seorang teman yang tes untuk jurusan keperawatan. Tepat dilembar berikutnya.. deg, Magister Sistem Informasinya masih ada, ternyata susunan halamannya terbalik. Dan Nama saya ADA. Iya, ada. Alhamdulillah, Alhamdulillah.. Karena hasil tak akan pernah ingkari usaha. Terimakasih ya Allah, setelah rasa pahit itu ku telan, Engkau berikan manisnya.

Ah, aku selalu yakin dengan kalimat ini, “Allah selalu memberikan jawaban IYA untuk setiap pinta. Iya, boleh. Iya, nanti. Iya, yang ini saja”

Aku tak takut sendiri, tapi aku takut jika Allah tak bersamaku

Kita Punya Cerita

Waktu menunjukkan pukul 17.30an saat hujan mulai membasahi tanah yang mulai berdebu (ceilee.. bahasanya nyastra banget yak). Sebenarnya saat itu saya berniat menyelesaikan perkuliahan di kelas, tapi dikarenakan hujan sudah turun cukup lebat, saya masih melanjutkannya hingga hampir jam 6 sore. Ketika keluar, ternyata masih ada yang kelasnya juga baru selesai, tapi kami berbeda gedung. Dan sepertinya mereka menerobos hujan dengan gagah perkasa 😀 Saya merasa tak enak sama adik-adik yang tak bisa pulang karena hujan, tapi mau diapakan lagi? 3 SKS masuknya sore jam 15.30, potong waktu sholat sampai jam 16.00 (masuk saat selesai sholat itu jauh lebih fresh dan tidak mengganggu waktu sholat), keluar jam 17.30an karena ditunggu CS. Aihh.. nikmati sajalah, bukan niat hati ingin seperti itu..

Gedung di fakultas ini ada tiga, sebut saja gedung FST, gedung Psi, dan gedung baru. Nah, kelas saya hari ini ada di gedung FST, dimana terdapat ruang dekanat, ruang senat, ruang dosen, dan cucu-cucunya berada. Dan karena di sini lebih nyaman daripada gedung-gedung lain, makanya saya tetap berada di gedung FST ini.

Suasana yang mulai gelap dan petir bergemuruh seakan saling sahut menyahut dari tempat-tempat yang berbeda, membuat orang-orang berumpul dengan membuat titik masing-masing. Ada yang mengabadikan momen “terkurung hujan” dengan berfoto ria (share fotonya dong), sekedar bercerita ringan, membuka laptop, atau yang pe-de-ka-te terselubung juga ada, peace.. 😀

Ketika waktu sholat maghrib tiba, perasaan saya semakin tidak enak, “mereka mau sholat di mana? Masjid kampus memang hanya sekitar 200 meter, tapi dengan hujan yang seperti itu tak memungkinkan mereka untuk sholat di sana.” Akhirnya lampu di kepala nyala –tumben, biasanya ga, hoho.. Ting. Saya mengajak mahasiswa cewek untuk sholat di ruang dosen Sistem Informasi di lantai 3 sedangkan yang cowok di sudut ruangan lantai 1. Saya mengira yg cowok akan sholat di ruangan sempit yang kira-kira berukuran 2×5 meter tersebut secara bergantian. Ternyata mereka menggelar sajadah panjang (seperti yang ada di masjid) di ruang tengah lobi lantai 1. Kreatif.. (Y)

Selesai sholat, saya duduk di tangga lantai 1, membaurkan diri dengan mahasiswa. Tidak ada tujuan apa-apa, hanya ingin terlihat seperti mahasiswa saja. Wkwk.. Cerita-cerita dari timur ke barat, akhirnya hujan reda di jam 8 malam. Dan semuanya pulang..

Ketika melemparkan pandangan ke parkiran, ternyata parkirannya banjir saudara-saudara. Tempat yang dulunya rawa ini telah berubah jadi gedung baru dan posisinya pun rendah dari tempat disekitarnya. Jadi, ya begitulah. Untung saja ada seorang mahasiswa yang sengaja tidak saya sebutkan di sini namanya, karena lupa. Hehe.. Saat melangkahkan kaki dari gedung FST ke parkiran yang berada di gedung baru, saya dipanggil sama mahasiswa tadi. Ternyata dia mau membantu saya mengeluarkan motor yang airnya sudah setinggi betis orang dewasa. Syukurlah motornya batuk-batuk dikit aja, mungkin karena kedinginan 😀

Terimakasih ya untuk bantuannya. Saya ga bisa menjamin nilai TPO kamu, tapi saya bisa menjamin kamu orang yang baik. Teruskanlah, teruskanlah, begitu.. Uoo..uoo.. 😀

Ambil saja hikmahnya untuk setiap kejadian. Setidaknya jadi tau apa yang menjadi kegelisan mereka saat kuliah. Nikmati saja adik-adik, jangan terlalu diambil pusing kuliahnya, dijalani saja. Nanti ada saatnya kalian akan merindukan masa-masa seperti ini 🙂

Source gambar: MS (2015)

Source gambar: MS (2015)

Materi Perkuliahan TPO

Berikut materi TPO dari pertemuan pertama hingga akhir dan akan di-upload secara berkala. Silahkan dipantau terus ya gan 🙂
Pertemuan-1 Introduction
Pertemuan-2 Pengenalan TPO
Pertemuan-3 Lingkungan, Struktur, dan Desain Organisasi
Pertemuan-4 Perilaku Individu dalam Organisasi 1
Pertemuan-5 Kepribadian dan Nilai
Pertemuan-6 Dasar-dasar Perilaku Kelompok
Pertemuan-7 Kerjasama Tim
UTS
Pertemuan-9 Mengelola Budaya Organisasi
Pertemuan-10 Mengelola Konflik
Pertemuan-11 Emosi dan Suasana Hati
Pertemuan-12 Persepsi dan Komunikasi
Pertemuan-13 Motivasi dalam Organisasi
Pertemuan-14 Kepemimpinan dan Kekuasaan

Materi Perkuliahan IMK

Berikut materi IMK dari pertemuan pertama hingga akhir dan akan di-upload secara berkala. Silahkan dipantau terus ya gan 🙂

Pertemuan-1 Introduction
Pertemuan-2 Users
Pertemuan-3 Devices
Pertemuan-4 Dialogues
Pertemuan-5 Ergonomics
Pertemuan-6 User Interface Design
Pertemuan-7 Interaction Design Process
UTS
Pertemuan-9 Analisys Task
Pertemuan-10 Prototyping
Pertemuan-11 Evaluation Technical
Pertemuan-12 Usability

Injury time

Kebanyakan dari kita, terutama saya adalah termasuk golongan yang suka bekerja di akhir waktu (deadliner, red). Sangat jarang rasanya saya menyelesaikan pekerjaan di awal. Padahal, kita tau, pekerjaan yang terburu hasilnya hanya sekedar jadi, tidak memuaskan. Hanya melepas tanggung jawab, tidak menikmati proses yang ada. Lupa ini itu, merupakan salah satu tanda-tanda seseorang dikejar deadline. Tapi anehnya, pekerjaan yang dikerjakan di akhir pasti akan selesai semua, tanpa sisa 🙂 Hasil dari penumpukan dan penyepelean pekerjaan terlihat dibeberapa waktu yang lalu. Pertama, saat mempersiapkan berkas untuk pendaftaran LPDP. Salah satu beasiswa full yang dibiayai oleh kementrian keuangan RI. Jauh-jauh hari sudah berniat untuk mendaftar, tapi saya lupa waktu. Ingat ya, niat saja tidak cukup. Pendaftaran online ditutup tanggal 19 November jam 23.59. Sekitar tiga minggu sebelum tanggal 19, saya mulai mempersiapkan berkas. Perlu dicatat, “mulai mempersiapkan” bukan berarti nilai toefl saya sekarang sudah mencukupi. Sudah les dengan semangat revormasi, tapi hasilnya belum memuaskan. Mempersiapkan juga bukan berarti essay saya dikerjakan. Untuk essay ini, saya hanya merangkainya di kepala, belum dituangkan ke dalam bentuk tulisan. Wal hasil, tanggal 18 malam saya menyerah karena essay belum selesai. Cuma karena essay??! -_- namun, berkat semangat teman-teman yang sama-sama mau dapat beasiswa, saya kembali bangkit. Pagi hari di tanggal 19 kita mengadakan pengabdian masyarakat, hingga sampai di kampus lagi jam 13.30. Setelah ngaso bentar, kita lanjut untuk daftar di salah satu tempat kursus bahasa inggis yang terkenal dengan “jago cuap-cuap” alias fokus belajarnya ke speaking. Form pendaftaran di tempat cuap-cuap ini sebagai salah satu syarat pembiayaan training bahasa, kita lanjutkan ceritanya nanti. Awalnya reading test, kemudian listening, dan terakhir speaking sama native speaker. Untuk reading test awalnya saya agak bingung, karena soalnya agak aneh. Soal pertama kita disuruh nyusun percakapan yang di acak ke dalam 11 kolom dan diawali dengan huruf F. Karena percakapannya cuma seperti percakapan biasa, nanya kabar dan ini itu, maka dari kami berempat yang ikut tes, hanya satu orang yang jawabannya jauuuuh. Bayangkan, teman saya mengisi kolom tadi dengan jawaban F I V E O ‘ C L O C K (mungkin karena udah jam 5 sore 😀 ). padahal, jika dihitung, 11 kolom berarti hurufnya hanya sampai K, tidak ada huruf O di sana. Diapun tak sadar mengisi itu di lambar jawaban 😀 Tes selanjutnya cukup dimengerti, meski dengan keanehan soal yang ada. Sepanjang jalan pulang, jawabannya ini jadi bahan pembicaraan kami hingga akhirnya sampai di rumah jam 8 malam. ESSAY..??! Yaps, karena saya belum daftar online, saya meminta bantuan adik saya yang jago nulis untuk membuatkan essay tersebut. Saya hanya memberinya poin-poin yang perlu ditulis (bukan untuk ditiru ya guys 😀 ). Ketika mendaftar online, ternyata jurusan yang saya tuju akreditasinya tidak sesuai dengan yang diajukan LPDP. Akhirnya saya memutuskan untuk daftar ke tempat yang lain. Tepat 30 menit sebelum pendaftaran ditutup, saya submit berkas, daaan.. jreng.. ada pemberitahuan bahwa essay pertama saya tentang Peranku Bagi Indonesia kurang dari 500 kata, essay kedua tentang Sukses Terbesar dalam Hidupku lebih dari 700 kata, DAN.. “Error. Maaf, nilai TOEFL anda di bawah minimum”, tampil di screen laptop. Tak ayal, saya langsung ketawa lepas, selepas-lepasnya. Sampai-sampai adik saya yang akan beranjak tidurpun bingung melihat tingkah saya. Kenapa saya ketawa? Pertama, berharap bisa daftar tapi persyaratan tidak mencukupi (karena teman yang daftar dengan jalur Afirmasi toefl-nya tidak dipermasalahkan [karena mereka tidak daftar online, hanya meng-upload berkas]), bekal coba-coba. Kedua, saya sadar, sekaranglah saatnya saya menyerah. 30 menit untuk merubah error di sistem (?)

tes LPDP

Pesan error ketika submit file

Pelajaran pertama: jika ingin submit bahan, lihat kelengkapannya, jika tidak sesuai dengan permintaan, jangan ngeyel Kedua, memperisapkan berkas untuk program Pre-Departure Foreign Language Training and Certification for Overseas Study yang pertama kali (setau saya) diadakan oleh kemenag (dengan situs mora-scholarship.info). Ini mereka lakukan untuk mempersiapkan dosen maupun alumni di bawah kementrian agama yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri. Beberapa berkas sudah siap, hanya saja rekomendasi dari dekan yang masih dalam proses. Pembuatan surat rekom dikerjakan jum’at siang. Dikarenakan selasa sudah tutup pendaftaran online, saya mengambil keputusan untuk mengirim berkas tersebut hari minggu pagi. Meski tak ada pengiriman yang akan beroperasi di hari libur tersebut. Setidaknya saya berpikir rekom tersebut hanya untuk dosen, saya-kan daftarnya sebagai alumni, bukan dosen. 😛 Ketika mau ngirim peket, mas-nya nanya, mau dikirim pakai paket apa? Karena saya khawatir selasa berkas yang saya kirim belum sampai, maka saya jawab yang sehari sampai. And you what pemirsa? Biayanya 200 ribuan, total setelah diskon 125 ribu (diskon karena katanya mereka lagi ulang tahun, pengiriman diskon sampai akhir desember). Hihi..dompet ga bawa, cuma ada uang seadanya (padahal isi dompetpun gambarnya Kapiten Pattimura sama Tuanku Imam Bonjol, LOL). Jadinya pakai paket biasa, Alhamdulillah selasa siang udah sampai paketnya ke alamat tujuan Pelajaran kedua: ada pengambilan keputusan yang perlu dipertimbangkan dengan sangat, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Namun, ada keputusan yang harus segera diambil, bedakanlah..!! Situs http://www.mora-scholarship.info sebagai alamat program training bahasa ini tiba-tiba dibanjiri pendaftar dijam-jam terakhir pendaftaran. Yang biasanya cuma puluhan viewer perhari, saat itu meningkat menjadi 700-an viewer. Satu hari sebelumnya pendaftar hanya 200-an orang (sesuai target MORA, pembiayaan hanya untuk 200 orang. Sempat PD 😀 ), tapi jumlah akhir pendaftar adalah 976, membludak. Menunggu pengumuman tanggal 30 November ini. Semoga ada rezeki saya di sini. Aamiin..

Mora Scholarship

Mora Scholarship

NB: situsnya sekarang menjadi http://scholarship.kemenag.go.id/

Ketiga, laporan pengambadian masyarakat. Alhamdulillah udah selesai, tadi 😀

Jangan Pilih Nomor..!!

Hore.. waktu menunjukkan hampir jam 12.00, itu artinya saya bisa datang ke TPS yang berada di sebelah rumah untuk memberikan hak suara saya di pemilu kali ini. Setelah sedikit rapi dengan nemplokin bedak di jidat, pipi kanan dan pipi kiri, saya langsung ke TKP. Suasa hening, saya hanya disambut dengan celotehan burung-burung gereja yang mencicit di sela bangunan. Benda pertama yang saya lihat adalah beberapa onggok bilik suara, kemudian baru bisa melihat anggota KPPS, saksi, dan seorang pihak keamanan berseragam hijau.

Saat mendekati meja daftar, seorang ibu paruh baya menyambut saya dengan senyum ramahnya. Saya memberikan fotocopy KTP dan beliaupun membaca alamat saya secara nyaring, ”……., RT.01, RW.02. Nah, ini lagi”, kata beliau dengan mimik bingung. Saya langsung menangkap maksud dan arah perkataan beliau. Karena, sebelum berangkat tadi ibu nelpon dan bilang kalau salah satu tetangga saya di rumah, yang tidak menggunakan KTP setempat tidak diperbolehkan memilih. Sebelum berangkat tadi saya sudah mempersiapkan bahan apa yang akan saya katakan ketika hal yang sama terjadi pada saya. Dengan cepat saya berkata, “iya bu, KTP saya bukan KTP sini, tapi saya tinggal di sebelah”.

Keriuhan mulai terjadi, 5 anggota KPPS memberikan tanggapannya satu per satu. “Ini di mana alamatnya?”, “Sungai Apit, pak”

“Wah, ini saja (menuju ke arah teman kampus saya yang menjadi saksi salah satu capres) yang di Dayun tidak bisa milih, apalagi Sungai Apit”, kata salah satu dari mereka.

“Ga ada KTP yang domisili sini ya? Atau yang KK-nya sini?”, sambung bapak yang lain. (Hoeh..ini nih sebabnya jumlah penduduk Indonesia hanya bisa diperhitungkan dengan kata “sekitar”, karena bisa buat beberapa KTP di daerah berbeda). Saya menjawab, “Ga ada, pak”.

“Coba ibu ke TPS sebelah, apa tanggapan mereka di sana? Kami juga kurang jelas dengan maksud aturannya”. (Toeng, si bapak. Kita ga lagi main bola kan pak? Pakai dioper-oper segala)

“Coba telpon si A, di sana gimana?”, kata salah satu dari mereka

Setelah ba bi bu, saya bertanya, “Peraturan sekarang ada bedanya ya pak sama pemilu sebelumnya (9 April)?”, “Ga ada yang beda, sama saja, tapi..”

“Kemarin saya bisa nyoblos di sini pak, ada Pak M (tetangga depan rumah yang menjadi anggota KPPS)”, “Ooo.. iya, kemarin adik ini milih di sini, Pak M yang bilang kalau adik ini warga sebelah”, kata ibu paruh baya tadi yang mencatat DPKTB seperti saya, di pemilu sebelumnya

“Kamu ga ada surat keterangan domisili dari RT?”, “Ga ada pak, kan RW di sini belum dibentuk (karena untuk perumahan yang saya tempati akan dibuat RW baru. Saya yang ngeyel sih sebenarnya, bukan contoh warga yang baik ya pemirsa 😀 )”

“Dia teman kampus saya, pak. Sayang lo pak suaranya”, celetuk teman saya tadi

“Ya sudah, kalau gitu kamu boleh milih, tapi nanti minta izin domisili sama Bu RT nya ya, atau sama saya juga bisa (wkwk.. ternyata bapak ini toh RT saya?? #gigit kurma)

Dengan nafas lega, saya ambil surat suara yang hanya 1 lembar itu. Sebelum sampai di bilik suara, salah seorang dari mereka bilang, “Jangan coblos no …. (teeet, menyebutkan no urut salah satu pasang capres-cawapres), nanti percuma saja kamu diizinkan nyoblos”. “Hehe.. tenang pak, ternyata pilihan kita sama”. Setelah memeberi tanda telah mencoblos di kelingking kiri, sayapun pulang dengan hati senang, sangat senang. Karena, 1 suara begitu berharga.

Mungkin sedikit koreksi untuk pemilu berikutnya, baik ketua KPPS, anggota, saksi, bahkan pihak keamanan harus benar-benar paham dengan aturan yang ada, agar tidak menimbulkan kerugian dan hal-hal yang tidak baik. Semoga jika terpilih, pemimpin yang saya pilih ini amanah dan memberikan yang terbaik untuk bangsa ini. Aamiin.. #

Pilih pemimpin yang Islamnya bagus dan mudharatnya kecil

Pilpres 9 Juli 2014

Gallery

Menjadi

source gambar: google

source gambar: google

Alkisah, disuatu tempat antah berantah hiduplah seorang gadis. Punya pekerjaan bagus dengan gaji yang lumayan baik. Suatu hari, gadis ini mendapatkan uang yang cukup besar dari tempatnya bekerja, selain dari gaji pokoknya. Satu dua hari berlalu, dia telah menggandeng sebuah smartphone keluaran terbaru. Padahal, apa yang tak ada? Bebe punya dan 2 handphone lainnya. Bentuk handphone selalu menyesuaikan zaman. Dari jenis nada dering Monophonic, Polyphonic, MP3, “ting-nong”, samapai bunyi siul kemungkinan sudah menjadi koleksinya. Mulai dari penggunaan jasa operator penghubung, bentuk besar bertangkai, hilang tangkai, semakin lama semakin kecil, membesarkembali, kemudian membengkak. Mau simple malah menyusahkan. Jangan-jangan nanti jasa telepati menjadi bisnis yang menggiurkan? 😀

Sampai suatu saat terjadilah percakapan:
A: ciee.. hape baru ya?
B: iya nih. Dari duit yang kemarin
C: iya, gantilah si birunya lagi, betah banget sama yang itu. Untuk apa uangnya lagi?

Deg. Untuk apa uangnya lagi? Kita ini masih muda, kalau aki-aki yang divonis dokter masa aktifnya hanya tinggal 3 hari lagi, bisa dimaklumi ngomong gitu -_-”
Baiklah, untukmu pilihanmu dan untukku pilihanku.
Siapa yang tidak bersyukur dengan yang sedikit, pasti tidak akan bersyukur dengan yang banyak.

Menjadi keras kepala itu perlu, tapi bersyukur itu selalu lebih penting.

Gallery

Lagi?

source: google

source: google

Hidup yang seperti lingkaran ini selalu saja berputar. Seolah seperti jari-jari dan rim, yang satu ada untuk memberikan fungsinya kepada yang lain. Ada kalanya membutuhkan dan dibutuhkan. Saat membutuhkan dan bertopang pada satu cabang—manusia, tapi ternyata topangannya hanya sebuah ranting rapuh, yang kapan saja bisa patah dan membawa serta orang yang bertopang tadi terjatuh. Merasa sakit? Tentu. Jatuh apa yang tak pernah sakit? Terlalu berharap pada ranting, padahal batang yang kokoh selalu menanti, hanya akan membuat kecewa.

Coba lihat ketika lebaran haji, saat ternak akan disembelih. Adakah petugas kurban yang mengikat kerbau berbobot ratusan kilo itu pada ranting? Tidak. Mereka memilih pohon kokoh yang jelas kekuatannya. Atau ada yang pernah melihat proses pembuatan gula tebu oleh penduduk lokal yang menggunakan jasa kerbau yang matanya ditutup, kemudian diikat pada sebuah kayu dan membiarkan kerbau tadi berputar-putar sebagai pengganti mesim peras untuk mengeluarkan air yang ada pada tebu? Kenapa mereka mengikat kerbau pada pohon yang kokoh? Karena, ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti kerbau yang tiba-tiba lepas dan mengamuk, mereka tak akan menyalahkan ranting. Ya iyalah 😀

Ketika memudahkan, pasti dimudahkan. Itu janjiNya. Memudahkan urusan orang lain sama artinya dengan memudahkan urusan kita sendiri, alurnya selalu begitu. Ikhlas membantu orang lain, akan selalu menbukakan pintu-pintu kebaikan. Apakah sebuah kebetulan, saat matahari telah mencondongkan dirinya ke barat beberapa jam yang lalu dan perut memainkan irama khas—keroncongan—nya, tiba-tiba dapat kue dari seseorang karena menjadi juri disebuah acara, dapat “jatah” nasi setelah menguji sidang akhir mahasiswa, dan pulsa (nyasar) 50 ribu? Kebetulankah atau memang sudah di-skenario-kan? Kebetulan itu hanya rencanaNya yang tidak kita rencanakan

Gallery

Song On G #Siuman

source image: facebook

A: saat sholat, kita selalunya sadar cuma waktu takbiratul ihram dan salam
B: loh, kok gitu kak?
A: iya, soalnya, dipertengahan sholat pikiran kita melayang kemana-mana. Dan sadar kalau lagi sholat waktu mau salam
B: (angguk-angguk ta’zim)
A: itulah kenapa, kita dianjurkan sholat rawatib setelahnya. Karena, kita ga tau apa yang merusak sholat kita, apa yang mengurangi kualitasnya. Makanya dilengkapkan dengan sholat tersebut

*Mari, kita biasakan lagi sholat sunat rawatib sebelum dan setelah sholat.. 🙂